Senin, 07 Februari 2011

R.I.P


REST IN PEACE


Ada beberapa cara menyingkapi kematian. Beberapa hari yang lalu, ayah dari salah satu teman dekat saya mangkat. Teman saya ini berdarah Batak. Saya mengenal cukup baik ayahnya. Sebelum menuju rumahnya, saya membayangkan dia sangat terpukul akibat kematian sang ayah. Namun sesampainya dirumah teman itu, saya melihat dari kejauhan dia nampak sedang tertawa. Saya menghampirinya dan mengucapkan belasungkawa. Dia hanya mengucapkan terimakasih. Lalu kami mengobrol penuh tawa. Tidak ada sedih yang saya lihat. tidak ada topik tentang kematian. hanya sempat cerita tentang komplikasi penyakit yang diderita ayahnya sebelum wafat. Bukan karena teman saya anak durhaka yang ingin bapaknya mati, namun Ia sangat benci tangis tangis sedih itu.
Ia cukup dekat dengan ayahnya. Dimata saya, ia hanya menganggap kematian hanya fase siklus alami sebuah kehidupan. Mungkin juga pengaruh adat Batak yang mengalir dalam tradisinya. Bahwa kematian harus disambut dengan perayaan. Bukan untuk terlalu disedih sedihkan. Terlihat organ tunggal dengan suara penyanyinya yang melengking dan makanan "khas" yang sangat banyak disajikan.
Teman saya bercerita banyak malam itu tentang keluarganya yang datang.
"lihat si X itu", ujar teman saya. Terlihat seorang paruh baya salah seorang saudaranya yang tinggal di bandung.
"kalau itu orang mati, enggak bakal gw dateng, sombongnya minta ampun"!! lulusan pertambangan ITB namun sangat congkak. itu orang selalu bangga dengan kariernya jad tukang minyak".
Betul saja, saya dapat kehormatan untuk melihat sedikit kesombongannya. Pada waktu teman saya menawarkan makan terhadap si x ini, si x malah menolak dan teman saya bilang kenapa enggak makan?
"makanannya kurang bagus", ujar si X ringan.
Hahaha...Kami hanya saling berpandangan dan tertawa sesudah orang tersebut bilang mau pergi ke hotel sultan untuk tidur.
Lain lagi cerita si Y, salah seorang saudaranya yang lain. Y ini sudah cukup tua namun energik.
Teman saya bercerita kalau si Y ini pekerja keras namun raja KDRT. "siapa yang enggak kenal itu orang di Cililitan. pulang malam, mabuk lalu tempeleng istrinya". Hadeeh.
Lalu teman saya berujar, yang ngelawat ini rata rata banyak yang lebih tua dari bokap gw dan punya prilaku yang aneh aneh, tapi enggak mati mati.
"Yah umur orang memang tidak ada yang tau sih", ujarnya.
Kami berlima malam itu berbincang sampai jam 3 dini hari. Salah satunya dengan penjual tahu keliling tetangganya teman saya dan om nya teman saya yang berprofesi jadi intel.
Yah..Kami berbincang dengan hanya penuh dengan cerita cerita lucu saja. mulai dari bahas pengalaman kerja sampai obat kuat. Sambil sesekali ada terdengar suara tangis dari orang lain yang melawat.
Dan teman saja berujar, "beginilah jadi orang batak. mati saja perlu biaya yang mahal. minimal 40 juta lah kena".
waw...
Yah. Itu lah malam yang akan saya ingat.
Dalam hati sebelum saya pamit, saya berujar singkat.
I want to die another day and let me live before i die.
Cari uang dulu lah, minimal supaya bisa membiayai saya waktu saya mati nanti :)
Tapi saya salut dengan sahabat saya yang satu ini. Pandangannya dalam menyingkapi kematian ayahnya memberi saya pelajaran.
Selamat jalan Om. Semoga amal anda diterima dan diampuni kesalahannya.
ameen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar