Sabtu, 18 Agustus 2012

PELANGI


kemarau pucat sebutlah begitu, terik panasnya kering mirip uap pabrik. tidak ada air hanya ada batu. anginnya hampa seperti terkurung botol plastik. kutemui diatas rumah matahari memancar dengan cantiknya sedang bumi tanahnya merekah merah bergaris retak tak beratur mirip sarang laba-laba. seorang pria berbaju hitam berjalan mundur memanggul masa lalu dikepala, dunianya menyempit teratur syarafnya lupa cara tertawa. tak sadar diciptakannya sendiri, dililit sesak ditelan kabut imajinasi. mata teduh merah terlihat ditengah doa-doa yang diganti umpatan ke arah langit. sel batang matanya sudah terlalu akrab dengan malam karena untuknya hanya malam yang mampu berempati. Ia membenci pagi.
ia bergita menyandungkan puisi :

malam ini aku terbentuk dari kepulan asap rokok
putih susu kekuningan mirip gading
mustahil membuatnya berwarna-warni
walau aku ingin membuatnya serupa pelangi

ada tembakan gelap bertubi

membuat lubang-lubang harapan
 terisi menjadi parasit rindu

langit berubah menjadi awan gelap tak lama disambut kilat. air hujan pertama bulan november tampaknya tak kuasa menahan hasrat menyetubuhi tanah. rintik ringan gerimis berjatuhan lambat. saya menunggu reda dirumah. pukul delapan nanti janji bertemu.
dia yang dulu teman lama,
sekarang dia pelangiku

...